Sebagaimana seharusnya


Ya Rabbi, yang Terkasih…

Bimbinglah kami, untuk senantiasa mensyukuri Rahmat-Mu sebagaimana seharusnya,

Bimbinglah kami, untuk senantiasa mensyukuri Rahmat-Mu apapun keadaan dan keberadaan kami,

Bimbinglah kami untuk semakin menyadari Rahmat-Mu sebagaimana seharusnya,

Ya Rabbi, yang Terkasih…

Biarlah Rahmat-Mu senantiasa membimbing kami untuk berserah diri kepada-Mu sebagaimana seharusnya,

Berserah diri kepada-Mu apapun keadaan dan keberadaan kami,

Bimbinglah kami untuk larut dalam Cahaya dan Rahmat-Mu,

Ya Rabbi, yang Terkasih…

Bimbinglah kami untuk menjadi hamba-Mu yang berbakti, sebagaimana seharusnya, tanpa dibatasi oleh batasan fisik kami,

Bimbinglah kami untuk selalu memberikan kasih kami kepada-Mu, sebagaimana seharusnya, sebagai Ruh yang berasal dari-Mu, dan yang selalu merindukan-Mu.

Amien.

~ oleh 1heart4love pada Februari 3, 2008.

7 Tanggapan to “Sebagaimana seharusnya”

  1. Subhanallah.. sisi yang dulu pernah muncul di insankamil muncul lagi disini, full frontal. Membacanya seperti menggambarkan sebuah pengalaman spiritual. Menchannelkan rasa cinta yang berkembang di hati dan menyandarkannya kepada Allah. Ini blog orang yang sedang berbunga-bunga. Akan menarik sekali jika ada entry ekspresi cinta kepada Allah disaat sedang mengalami cobaan.

    p.s. jadi ini blog udah launching nih hihihi. Btw avatarnya kok narsis gitu tho fotonya. gak kuku heheheheh 😀 Beneran aku gk expect si mas majang foto diri sendiri di web. Gak kamu banget gitu loh.

  2. “seperti menggambarkan sebuah pengalaman spiritual” => totally true 😀

    “Menchannelkan rasa cinta yang berkembang di hati dan menyandarkannya kepada Allah” => Mungkin gak sekedar cinta, yang paling terasa justru rindu. Rindu untuk kembali pulang.

    “Akan menarik sekali jika ada entry ekspresi cinta kepada Allah disaat sedang mengalami cobaan” => Maksudnya gimana sha? I didn’t get your point

    “Btw avatarnya kok narsis gitu tho fotonya” => dari awal maksudnya memang gak mejengin yg aslinya, di olah jadi kayak kartun tapi belum ketemu caranya. Jadi, pasang dulu yang asli baru nanti diganti.

  3. maksudku.. sebagai manusia kita pasti pernah mengalami rasa sedih, terluka,dll. Nah disaat sedih tsb dan sedang ditimpa ujian/cobaan, akan sangat menggugah jika bisa menuangkannya keadaan hati yang masih merindukan Allah dan penuh sangka baik kepadaNya. Dimana senang dan sedih itu diadukan kepada Allah.
    Karena kalau kita sedang senang, mudah sekali “mencintai” Allah dan ikhlas akan ridhanya.. Bagaimana jika kita sedang mengalami cobaan berat/kesedihan?

  4. Cara pandangnya agak berbeda, sha 😀

    Kodrat manusia memang selalu berhadapan dengan ujian dan cobaan, kadarnya selalu tepat sesuai untuk orang tersebut. Kadang kita merasakannya bertubi-tubi, besar serasa sesak didada, merasa tidak ada pintu solusi, dll. But believe me, sebesar dan sehebat apapun cobaan tersebut, apalah artinya dihadapan Rahmat-Nya. Tidak ada yang lebih hebat, besar, indah, sempurna dibandingkan Rahmat-Nya.

    Sehingga, secepat kita berserah diri dan menyandarkan kepada Rahmat-Nya, secepat itu pula beban, batasan, emosi negatif, kegelapan sirna. Meski tingkatan berseah diri setiap orang pasti berbeda-beda. Sementara keindahan dan kebahagiaanlah yang akan kita temukan saat diri kita berserah diri kepada-Nya. Idealnya, sikap diri yang berserah diri ini senantiasa setiap saat.

    Dalam rentang blog ini ditulis (nov – feb), ada juga beberapa cobaan (wajar, manusia kan?) yang dihadiahkan. Tapi, ekspresinya yang tertuang di blog seakan tidak berubah (bila sha jeli, ada juga koq perbedaanya), kenapa? Karena keindahan dan kebahagiaanlah yang akan ditemukan saat kita berserah diri kepada-Nya. Bahkan, perlu kosa kata baru untuk melukiskan perasaan yang dirasakan karena kebahagiaan sudah tidak mencukupi 😀

  5. eniwei, sholawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Yunus a.s yang mendapat kehormatan untuk menerima cobaan yang tidak pernah diberikan kepada manusia lain, dan beliau lulus !

  6. Sebesar dan sehebat apapun cobaan tersebut, apalah artinya dihadapan Rahmat-Nya. Tidak ada yang lebih hebat, besar, indah, sempurna dibandingkan Rahmat-Nya.
    wow Subhanallah.. aku gemetar membacanya.. iman yang indah sekali.Kata buku, kita baru bisa mengecap manisnya iman jika sudah bisa mencintai Allah dan Rasul diatas segalanya.
    Beri kami nasehat hingga bisa sampai kepada titik kepasrahan,cinta,dan rindu itu.

  7. kita adalah umat akhir jaman, manisnya iman di hati dengan mencintai Allah dan Rasulullah…
    hmm… dua untaian kata ini yg selama ini mengiang dalam benak dan segenap diri…
    afwan, salam kenal aja dari saya.

Tinggalkan Balasan ke shashakoe Batalkan balasan